Selamat malam,
Menjadi seorang diri tentu tak mudah, terlebih ketika tuduhan terus dilancarkan oleh sekelumit pribadi yang tidak mempunyai kepribadian otentik. Hari ini mungkin memang terhitung sebagai hari tenang kedua setelah peristiwa yang tak mengenakan itu menimpa saya. Banyak hal kemudian bisa di-kontemplasi-kan dalam bentuk refleksi atas tindakan diri. Bila kemudian tindakan refleksi itu menghasilkan keputusan yang bisa dianggap besar, hal itu kemudian menjabarkan pertimbangan-pertimbangan apa saja yang pada akhirnya memaksa. Belum saya umumkan dalam waktu dekat, namun kita bisa lihat kedepan bagaimana hasilnya.
Review kali ini kemudian akan menjelaskan sebuah produk, bisa dikatakan secara sekilas memang bukanlah sebuah produk yang murni baru, akan tetapi produk yang sejauh ini berusaha ditonjolkan kembali sebagai aliran dari perusahaan rokok terkemuka. Aliran klasik dari HM Sampoerna kemudian dimunculkan kembali dalam produk, yang memang bahkan sudah saya prediksi sangat jauh keberadaannya, meski pada perjalanannya terkesan samar-samar untuk produk mana yang kemudian dibuat sebagai produk baru.
Tapi kemudian kita perlu cek alur akan produk sebelumnya, produk aliran klasik ini sempat terakhir saya review dalam produk Philip Morris Magnum (
link bisa dicek disini), dengan posisi pita cukai pada tahun lalu sudah beredar untuk tahun 2021. Ketika kemudian kita cek di lapangan setelah beberapa lama pada kasus distribusi utama (Indomaret) pada bulan September 2021, dan saat itu saya kemudian mencoba melakukan validasi pada tiga toko di dua daerah berbeda di Jakarta, alhasil kemudian saya tak menemukan peredaran rokok ini dikatakan baik (tanggal produksi hampir mirip secara jeda dengan yang saya review di link yang sudah ditandai).
Alhasil, saya terpaksa mengambil asumsi bahwa menjual aliran klasik yang memang inti lawannya ialah Gudang Garam, saya kira kemudian sangat sulit. Cukup kemudian kita refleksikan berdasarkan dua garis besar yang akan saya jelaskan ini, memperlihatkan aliran mana yang kemudian dipakai oleh PT HM Sampoerna, Tbk. itu sendiri.
Pembagian ini kemudian bersifat subjektif, bahkan saya harus menyimpulkan sendiri soal dua varian utama yang dijual oleh HM Sampoerna, menghasilkan penggambaran layaknya dua pembagian ini:
Aliran utama HM Sampoerna (basis natural kretek), terdapat pada Dji Sam Soe / Sampoerna Kretek / 234 Magnum, dan versi turunannya dikenal pada racikan Sampoerna A Mild : Permainan utama jelas pada Tembakau Virginia dan Madura, dengan beberapa bahan tembakau "lauk" pendukung berkarakter daun gelap dan terang, cengkeh secara umum menggunakan tipe Zanzibar atau Manado, hal utama yang dimainkan ialah gabungan molasses dengan licorice dan rempah bermutu, note utama ada pada vanilla dan cocoa, dan penggunaan rasa buah seringkali tak begitu terasa.
Aliran klasik (selanjutnya aliran ini merupakan aliran SKM Full Flavor Sampoerna, tentu saja 234 Magnum Filter merupakan pengecualian dari aliran ini) : Permainan tembakau dan cengkeh sekiranya sama dengan aliran utama, rempah juga diposisikan sama halnya, namun penggunaan maple essences dengan paduan cocoa dan brandy (dan juga raspberry serta buah lain), menjadi ciri khas utama dari rokok "rasa klasik" dari Sampoerna itu sendiri. Tentu kemudian aliran ini banyak belajar dari racikan filter yang dibuat Bentoel dan Djarum (bahkan Gudang Garam yang menjadi target utamanya), dan sejarah mencatat salah satu produk yang dikenal menggunakan tipe ini pada masa awal ialah Sampoerna Exclusive.
Aliran klasik kemudian banyak diterjemahkan dalam berbagai merek yang sayangnya tak bisa bertahan lama. Untuk gampangnya, Marlboro Filter Black yang masih sampai sekarang bisa bertahan, menggunakan pakem dari aliran klasik yang sudah dimodifikasi dengan model rasa "Dry-hit". Produk terakhir yang dikenal publik, semisal Dji Sam Soe Filter, Sampoerna A Filter, U Bold yang kemudian berubah menjadi Philip Morris, kemudian dianggap gagal di pasaran.
Alasannya tentu tidak bisa dijelaskan memang, bahkan ketika sesudah saya membuat hipotesis ini. Yang terpenting ialah karena penjualannya yang menurun, dan memang preferensi pengguna SKM Full Flavor terkutub menjadi pengguna Gudang Garam ataupun Djarum (Super). Cukup dijelaskan dengan dua hal itu, tak perlu dilebarkan kembali.
Tapi yang kemudian kita bisa lihat, dalam menjual sesuatu, tak bisa pada akhirnya bila gagal maka selamanya gagal. Terlebih kemudian SKM Full Flavor Golongan I yang masuk dalam kategori entry level pemainnya sedikit. Bahkan Gudang Garam Surya, sebagai pemimpin penjualan seluruh kategori Sigaret di Indonesia (data eksternal sudah banyak berbicara, silahkan dicari) tentu bila tak ada alternatif, maka jelas yang dirugikan pasti konsumen. Terlebih pendekatan cukai sekarang sudah menyentuh diatas 12%, maka tak wajar bila seandainya tak ada alternatif dibuat oleh pihak lain.
Meski yang kita lihat di lapangan Philip Morris Bold / Magnum tak begitu baik dijual, kita kemudian bisa membaca pola tersebut apa tetap bisa dilakukan atau tidak. Prediksi saat dibuatnya tweet hanya sekelumit saja bisa tergambar, layaknya dibawah ini:
Validasi kemudian berlanjut dengan kabar bahwa HM Sampoerna mencoba (ulang) pendekatan aliran klasik yang sudah saya bahas, sebagai produk bernama Magnum Classic. Kabar ini beredar pada tengah bulan lalu. Bisa disimak twitnya layaknya berikut:
Cukup simpel kemudian menerka tujuan Magnum Classic diciptakan dari kalimat "Yang Baru, Yang Diburu" pada kalimat spanduk. Yang lama sudah ada, kadang lebih mahal, muncul kemudian Magnum Classic sebagai alternatif yang bisa diburu. Simpelnya, pendekatan saat ini menawarkan alternatif sebagai jualan utama, bukan produk tersebut harusnya bagaimana saat dihisap. Simpel, meski kemudian saya sendiri agak bingung, entah ini dampak kenaikan cukai atau bagaimana.
Setelah dibahas alasan dari produk ini ada, mari kita bahas produk ini secara seksama dimulai dari harga terlebih dahulu. Saya mendapatkannya dari teman, dikarenakan produk ini tidak masuk pada daerah yang basis utama penjualan Full Flavor-nya bukan GG Surya. Produk ini saya dapatkan dengan harga Rp. 18.000,- (cukai 2022 Golongan I memiliki tarif sebesar Rp. 22.875 per 12 batang). Lokasi pembelian dari teman di kawasan Pulau Bali, meski kemudian teman hanya menyatakan ia membeli bukan di minimarket.
Harga ini kemudian bisa dikatakan lebih murah 3.000 dibandingkan Surya 12 atau GG International, 2.000 lebih murah dibandingkan GG Signature 12, dan 1.000 lebih murah dibandingkan varian utama dari 234 Magnum yakni Magnum Filter. Singkat kata, produk ini layak disebut pada kategori entry level.
Harga ini tentunya masih terhitung terjangkau, meski kemudian dengan harga yang hampir sama, bisa mendapatkan kompetitor lain semisal Dunhill Filter Extra 12, ataupun Win Filter yang bisa mendapatkan kuantitas lebih banyak (20 batang) dengan harga serupa. Nilai dari harga rokok ini, kemudian bisa diberi angka 8.4 dari 10.
Lalu kita coba kaji kemasan bungkus rokok ini secara seksama
Pendekatan warna yang digunakan pada rokok ini ialah gabungan warna coklat tua mengarah ke marun, emas, kuning, dan hitam. Bagian depan dari rokok ini menggunakan pola yakni kotak persegi kecil dalam persegi besar. Adapun latar yang menggunakan dasar persegi, tergambar erat memiliki highlight model kotak yang membentuk sebuah tiga panah aksen (berwarna transisi coklat ke kuning terang), sekiranya menggambarkan pola rasa klasik dari rokok ini. Penanda Magnum memiliki model yang sama dengan kemasan pada Magnum Filter, latar coklat tua dengan tulisan MAGNUM berwarna rose gold dan dilengkapi emboss, diikuti garis emas dan tulisan CLASSIC yang memiliki model familiar berwarna rose gold dengan latar hitam. Bagian penanda lain ada di bagian bawah kemasan, logo 234 khas Dji Sam Soe berwarna rose gold dan sembilan bintang, dilengkapi emboss berwarna emas, tulisan DJI SAM SOE yang melegenda dan dilengkapi emboss. Bagian garis persegi panjang berwarna rose gold, dilengkapi dengan tulisan 12 KRETEK FILTER.
Bagian belakang kemudian dilengkapi dengan pola yang sekiranya mirip sekilas dengan bagian depan. Deskripsi kemudian menjelaskan bahwa Magnum Classic dibuat dengan rajangan berteknologi Diamond-Cut, untuk rasa lebih menyatu dan bisa dinikmati kapan saja. Hampir sekiranya bagian belakang ini mirip dengan 234 Magnum pada umumnya. Bagian kanan terdapat penanda yakni SKM, larangan jual dan barcode, dan di bagian samping kiri terdapat kadar tar sebesar 32mg dan nikotin sebesar 2mg. Bagian atas kemudian dilanjutkan dengan tulisan MAGNUM CLASSIC dan dibagian bawah juga terdapat hal serupa. Terdapat penanda produksi kemudian menggunakan model tanggal produksi dan dotcode, sebagai penanda universal yang diterapkan juga pada produk Philip Morris International secara umum.
Singkat cerita, kemasan rokok ini menggambarkan rokok ini mempunyai karakter klasik khas dari HM Sampoerna, lebih tepatnya kemasan rokok ini banyak mengacu pada produk Sampoerna Exclusive. Namun perbedaannya jelas pada penekanan gaya yang lebih modern, dan penggambaran rajangan "Diamond-Cut" sudah terlihat pada bagian depan kemasan. Nilai kemasan rokok ini sekitar 9 dari 10.
Kemudian kita coba buka plastiknya dan kemasannya secara seksama
Bagian inner lid tidak tampak adanya penanda suara konsumen (suara.konsumen@sampoerna.com), hanya bagian lid berwarna coklat marun. Bagian inner frame kemudian menjelaskan teknologi rajangan yang digunakan yakni DIAMOND CUT TECHNOLOGY, bentuk rajangan yang menggambarkan tembakau dirajang secara bersih, tanpa banyak menggunakan stem atau batang tembakau, rajangan lebar dengan model halus dan presisi, dan sekiranya mirip dengan pendekatan yang digunakan pada model rajangan "Fine Cut" meskipun rokok ini tidak menjual fitur tersebut secara langsung. Perkiraan dari nama rajangan, kemudian mengarahkan pada rajangan sekitar rentang 30 dan tidak melebihi 40 cut per inches, mengingat rajangan Diamond Cut kemudian saya bisa mengartikannya sebagai bentuk lain dari rajangan "Navy Cut". Penanda lain ialah tertulis 100% CENGKEH INDONESIA, bisa diartikan kemudian cengkeh yang digunakan merupakan cengkeh berkualitas dari jenis asli Indonesia.
Bagian foil terlihat kemudian menggunakan warna silver, dan bukan warna emas. Model dot dengan motif emboss khas dari rokok SKM modern umumnya, yang tidak menggunakan warna emas.
Kemudian kita coba tarik bagian foil rokok ini secara seksama
Bagian batang sekiranya sudah sesuai dengan kuantitas yang dijual yakni 12 batang, dengan susunan batang ialah 6 di depan dan 6 di belakang. Tampak sekilas batang rokok ini menggunakan filter model khas aliran klasik Sampoerna.
Kemudian kita coba tarik batang rokok yang ada pada kemasan, secara seksama
Batang rokok ini sekiranya menggunakan panjang sebesar 90mm, dengan perkiraan diameter sekitar 7.8mm atau kurang. Penanda pada bagian bakaran tidak terlihat, namun hal tersebut kemudian terlihat pada bagian tipping paper. Tipping paper menggunakan batasan cork yang tipis dan diikuti dengan garis berwarna emas, dengan adanya dua persegi panjang bertuliskan MAGNUM dan CLASSIC. Model tipping paper menggunakan basis warna cork muda, khas aliran klasik Sampoerna yang sudah beredar sebelumnya semisal pada produk Philip Morris Bold.
Kemudian kita coba rasakan rokok ini secara seksama
Pada saat sebelum dibakar, rokok ini memiliki karakter syrupy yang terkesan kental, dengan penambahan sensasi fruity yang segar dan aroma sweet-fermented yang kemudian bercampur padu dengan rasa cocoa khas yang tebal, dan manis yang cukup pas untuk dinikmati. Namun ketika sudah dibakar, Rokok ini kemudian mengeluarkan sensasi aromatik kental dengan paduan utama unsur maple, sensasi fruity yang dianggap cukup baik, dengan karakter spicy yang sangat halus dan mendalam. Kental kemudian dengan sensasi maple dan karakter klasik dari esens brandy yang tebal, sensasi raspberry yang cukup terpendam, dengan paduan leci, nangka, pisang, dan nanas yang sekiranya kemudian menggambarkan elemen khas dari aliran klasik Sampoerna. Maple tergambar kuat dengan sensasi manis legit yang kentara, elemen ini kemudian berpadu dengan sensasi fermented dari brandy herba, mirip kemudian sekilas dengan gaya anggur herba, dengan penanda licorice khas yang cukup berani menawarkan a hint of sweetness, cocoa yang terlihat tebal namun tipis disatu sisi, dan elemen vanilla yang memang terlihat membuat manis tak langsungnya semakin terasa. Agak aneh kemudian bila kita rasakan, elemen raspberry lebih samar dibandingkan U Bold ataupun Marlboro Filter Black.
Penanda lain kemudian terletak pada bagian spicy yang halus dan tak berlebih, sekiranya elemen kayumanis dan adas manis banyak bermain secara tebal, dan paduan pekak, kapulaga, jintan, serta kencur yang menjadi penanda elemen klasik dari rokok ini. Efek molasses kemudian tergambar rendah, mungkin sekiranya rokok ini menggunakan gaya saus mirip dengan 234 Magnum Filter, hanya saja pada takarannya tergambar lebih banyak dan lebih beraroma. Mungkin ini kemudian gaya klasik Sampoerna digambarkan sebagai paduan rasa klasik dari fruity dan cocoa tebal, dengan elemen maple yang memang tergambar sangat legit dari segi kekentalan rasa. Cengkeh kemudian digambarkan menggunakan tipe Manado, halus secara pedas, aroma yang sangat halus, dan tidak memiliki rasa pedas berlebih. Penggambaran cengkeh kemudian menunjukan bahwa karakter yang ingin dibawa ialah hangat, nyaman, dan memiliki kelas "Classic" tersendiri. Hisapan memiliki kesan hangat, tak panas, dan memang bisa dikatakan cocok di berbagai suasana.
Rajangan digambarkan kemudian dalam teknologi potongan Diamond Cut, tergambar tak tersendat, sangat halus dan memiliki kesan bersih, dan memiliki penggambaran proses blending yang rata dari awal menghisap. Tergambar dirajang secara presisi, dan mungkin hampir bisa dikatakan "Kualitas Sempurna" yang sejauh ini bisa diciptakan pada momen klasik. Bisa digambarkan kemudian pada saat menghisap, bakaran tergambar sangat baik, tanpa ada gangguan yang kemudian mengganggu proses menghisap. Rokok ini kemudian menggunakan blend utama yang sekiranya mirip dengan 234 secara umum, Virginia yang memiliki karakter manis pedas alamiah, Madura dengan elemen aromatik hangat yang tak berlebih, ada sedikit penambahan Burley panggang yang tidak begitu kuat namun terkesan terpanggang dengan baik, beberapa tembakau lain semisal Kesturi, Temanggung, Paiton, dan Boyolali sebagai penanda karakter Tembakau aromatik khas yang membuat aroma rokok ini terkesan memiliki aroma wangi yang halus. Penggambaran tembakau kemudian digambarkan mirip Dji Sam Soe, balance secara hisapan, halus, namun pada kali ini tak tergambar memiliki karakter earthy yang sangat dominan. Kurang lebih, hisapan pada rokok ini terlalu didominasi dengan saus, bukan karakter utama dari tembakau yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Elemen nutty kemudian tergambar sangat bersih, meski agak apek, dikeluarkan lewat hidung terkesan kuat karakter nutty yang mirip dengan aroma kacang, dengan aroma pedas alamiah yang halus.
Tarikan tergambar tidak begitu solid, halus, mudah terurai, dan bisa dinikmati dengan gambaran santai.Pada akhirnya, saya mengatakan bahwa rokok ini tidak tergambar memiliki kriteria "mantap", saya lebih menyebutnya sebagai gaya santai dari sebuah filter, tidak memiliki sensasi tebal menendang, yang kemudian lebih tepat dinikmati saat kapan saja dan dimanapun. Sensasi rasa ini kemudian bisa digambarkan dari gaya "klasik" dan bukan sisi "merah" dari sebuah rokok SKM Full Flavor. Penggambaran hisapan kemudian memiliki harshness yang cukup halus, meski kemudian hisapan tergambar agak menggelitik, namun hal ini bukan sebuah kelemahan berarti. Throat hit yang dimiliki, terbilang hampir tidak ada, meski kemudian saya harus mengakui bahwa rokok ini mampu membuat tenggorokan saya terasa serak. Hisapan pada akhirnya bisa dinikmati dengan baik secara umum.
Durasi tergambar sekitar 15-16 menit, tergantung bagaimana cara Anda menghisapnya, situasi dan kondisi ketika menghisap, dan waktu saat menikmatinya. Aftertaste kemudian tergambar memiliki nutty halus yang tak begitu intens, sensasi legit dari maple yang kemudian berpadu dengan cocoa samar yang tebal, dengan elemen fruity dan sweet fermented dari brandy, dan nutty yang kemudian mudah hilang. Kelemahan kemudian tergambar dari segi hisapan yang menurut saya agak tak lazim, sebuah paduan maple syrup yang memiliki cocoa tebal, namun disatu sisi kemudian elemen brandy dan fruity tidak begitu terpadu dengan matang. Agak bingung menjelaskan elemen ini kemudian, memiliki kesan herbal yang agak kurang bisa dinikmati pada akhirnya, meski kemudian elemen ini seakan lebih baik dibandingkan rokok Full Flavor entry level buatan pabrikan lain, misalkan KT&G ataupun Djarum Group. Hisapan akhir kemudian tergambar agak panas, terutama di bibir dan di jari. Dan bagian filter mulai melemah sedikit pada akhirnya, terlebih bila menghisap dalam ludah yang besar.
Rokok ini kemudian menurut saya menggunakan pakem klasik yang berbeda sekilas dengan apa yang saya jelaskan di awal, klasik yang memang benar-benar klasik. Bisa dibilang memiliki kesan klasik yang kemudian mirip dengan Bentoel Biru, bukan kesan klasik yang umum dijual oleh Sampoerna itu sendiri. Saya kira kemudian rokok ini menggunakan resep lama aliran klasik yang bukan kita kenal seutuhnya, ini klasik yang bahkan berbeda dengan gaya dari Sampoerna A Filter. Entah ini pendapat yang tidak bisa divalidasi, ada benarnya. Kembali lagi ke Anda sebagai yang menentukan.
Untuk rasa, saya beri nilai 8.75 dari 10.
KESIMPULAN
Magnum Classic kemudian menawarkan pengalaman klasik yang memang klasik, yang bahkan saya tak terpikir sensasi ini lebih tepatnya disebut "Filter klasik mewah namun dengan muatan lokal lebih besar." Dibandingkan dengan aliran Gudang Garam, secara kemewahan tentunya berbeda dengan apa yang ingin dijual oleh rokok ini. Meski kemudian Gudang Garam punya sisi kemewahan tersendiri, namun setidaknya Sampoerna kemudian mencoba menawarkan pengalaman klasik yang "bahkan saya sendiri merasa asing" dari segi rasa karakter aroma. Paduan Magnum dengan saus klasik tanpa modifikasi lebih tepatnya, sehingga karakter asli dari tembakau khas kemudian sangat-sangat berpadu dengan saus. Meski kemudian saya tetap merekomendasikan ini bagi Anda yang bosan dengan aliran khas Gudang Garam. Kelemahan kemudian selain rasa yang agak asing bagi saya, juga terletak pada hisapan yang kurang begitu solid, dan sensasi panas di bagian akhir yang menurut saya lumrah.
Distribusi sendiri kemudian bisa ditemukan pada wilayah selain Jabodetabek dan Jawa Barat, artinya produk ini hampir terdistribusi secara nasional. Bisa ditemukan kemudian pada warung dan toko kelontong yang berafiliasi dengan SRC, dan juga grosir. Mungkin untuk minimarket semisal Indomaret atau Alfamart di daerah selain Jabodetabek dan Jawa Barat bisa ditemukan, intinya rokok ini memang diciptakan untuk melawan dinasti dari Surya. Harga dan stok kemudian, karena masih dalam awal peluncuran, sekiranya masih sedikit untuk ditemukan. Harap maklum.
Untuk angka total, kemudian saya bisa memberi nilai rata-rata 8.71 dari 10. Angka ini jelas terlihat pada kemasan yang sangat eksklusif menurut saya, dan dari segi objektif rasa, saya mungkin menyangka akan banyak yang cocok dengan rasa klasik unik ini. Namun memang dari harga termasuk lemah, dikarenakan pita cukai yang dikenakan kemudian menggunakan pita cukai golongan I.
Review ini kemudian memiliki kesimpulan bahwa rokok ini tak ada salahnya untuk dicoba, namun dikarenakan Anda sebagai konsumen akhir, maka Anda sendiri berhak memutuskan apakah Anda akan mengambil atau tidak. Bila Anda ingin merasakan sensasi klasik tersendiri dari aliran Sampoerna, bagi saya tak ada salahnya bila Anda kemudian mengambilnya sebagai harian? Bila tidak? Kembali ke diri Anda masing-masing.
Saya hanya mengulas, bukan menyarankan secara pasti akan sebuah produk. Pilihan akhir tetap di tangan Anda!
Demikian postingan saya kali ini. Bila ada pertanyaan silahkan email saya, mention atau DM saya via Twitter di @ReviewRokok, dan hubungi saya via WhatsApp di tombol diatas. Jadilah perokok yang bertanggungjawab dan tercerahkan. Sekian dan terima kasih.
0 Komentar